Bellarmino Danang

Trending

Digitalisasi, Media Sosial, dan Dukungan Masyarakat: Menghadapi Paradoks dalam Branding Sumbu Filosofi

Peta Sumbu Filosofi Keraton Yogyakarta
sumber : tribunjogja.com

Di tengah gempuran globalisasi dan modernisasi yang cepat, upaya pelestarian warisan budaya menjadi hal yang krusial. Salah satu bentuk pengakuan internasional atas kekayaan budaya sebuah negara adalah melalui penetapan situs atau unsur budaya sebagai Warisan Dunia oleh UNESCO. Pada 18 September 2023, sebuah pengakuan prestisius diberikan kepada Indonesia, khususnya kota Yogyakarta, dengan penetapan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia. Sumbu Filosofi, yang merentang dari Gunung Merapi hingga Samudra Hindia dengan Kraton Yogyakarta sebagai pusatnya, bukan sekadar situs fisik, tetapi representasi mendalam dari filosofi, sejarah, dan kearifan lokal masyarakat Jawa. Penetapan ini tidak hanya menjadi kebanggaan bagi Yogyakarta atau Indonesia saja, tetapi juga mengundang perhatian dunia terhadap potensi besar yang dimiliki oleh Sumbu Filosofi, baik dari segi pariwisata, edukasi, maupun pemasaran dan branding. Namun, seperti halnya dua sisi mata uang, ada berbagai peluang dan tantangan yang muncul pasca penetapan ini. Dalam konteks ini, penting untuk memahami, merespon, dan memanfaatkan kedua aspek tersebut agar Sumbu Filosofi dapat terus dilestarikan dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat, kota, dan negara.

Pertanyaan Kritis: Apakah Masyarakat Merasa Terwakili?

Strategi pemasaran digital bisa efektif dalam menciptakan buzz, tetapi apa yang terjadi jika “buzz” tersebut tidak sejalan dengan pandangan dan harapan masyarakat lokal? Memastikan bahwa masyarakat merasa terwakili dalam branding Sumbu Filosofi adalah tantangan yang memerlukan pendekatan inklusif. Apakah mereka merasa bahwa Warisan Dunia ini juga adalah warisan mereka, atau apakah mereka merasa terpinggirkan dalam arus komersialisasi dan eksploitasi turistik?

Amplifikasi vs. Autentisitas: Tantangan dalam Strategi Digital

Di era digital, amplifikasi – meningkatkan visibilitas suatu konten – menjadi sangat mudah. Namun, semudah itu pula konten dapat terdistorsi atau malah mengalami degradasi. Saat strategi digital diterapkan untuk mempromosikan Sumbu Filosofi, ada risiko bahwa informasi yang disebarkan kehilangan esensi autentisitasnya.

Sebuah meme, misalnya, dapat mengedepankan sisi humor atau sarkasme, namun dalam prosesnya mengaburkan makna sebenarnya dari Sumbu Filosofi. Situasi semacam ini bisa merusak reputasi dan citra Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia. Di sisi lain, jika konten tersebut berasal atau diakui oleh masyarakat setempat sebagai representasi yang benar dan autentik, ini akan memperkuat citra positif Sumbu Filosofi.

Tantangan lainnya adalah asumsi bahwa semua pihak memahami dan menghargai Sumbu Filosofi dengan cara yang sama. Seiring dengan kemudahan akses informasi, muncul juga peluang bagi pihak-pihak yang mungkin memiliki agenda terselubung atau kurang pemahaman untuk menciptakan dan menyebarkan narasi mereka sendiri tentang Sumbu Filosofi.

Dalam mempromosikan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia, pendekatan yang holistik dan inklusif adalah kunci. Pemasaran dan branding harus selaras dengan aspirasi dan nilai-nilai masyarakat lokal. Selain itu, di era digital ini, memastikan autentisitas informasi seharusnya menjadi prioritas, sekaligus memanfaatkan amplifikasi dengan bijak untuk mengedukasi publik dan menjaga integritas Sumbu Filosofi.

Kunci untuk Keberlanjutan Brand
sumber : pixabay.com

Partisipasi Masyarakat: Kunci untuk Keberlanjutan Brand

Branding yang efektif dan keberlanjutan jangka panjang dari Sumbu Filosofi akan sangat tergantung pada sejauh mana masyarakat dilibatkan dalam proses ini. Inisiatif seperti wawancara mendalam dengan masyarakat lokal, diskusi kelompok terfokus, atau bahkan memanfaatkan media sosial untuk melibatkan masyarakat dalam dialog adalah beberapa cara untuk memastikan bahwa branding tidak hanya datang dari atas tetapi juga didukung dari bawah.

Kesimpulan: Strategi Pemasaran yang Berkelanjutan Perlu Partisipasi dari Semua Pihak

Strategi pemasaran dan branding untuk Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia tidak bisa dilakukan dalam isolasi. Ini adalah suatu proses yang memerlukan dialog dan partisipasi dari semua pihak, termasuk masyarakat lokal. Dalam menjalankan strategi digital, mempertimbangkan nuansa dan sensitivitas lokal tidak hanya akan memperkaya branding tetapi juga meminimalkan risiko dan menghadirkan suatu strategi yang lebih berkelanjutan dan inklusif.

Dalam mempromosikan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia, pendekatan yang holistik dan inklusif adalah kunci. Pemasaran dan branding harus selaras dengan aspirasi dan nilai-nilai masyarakat lokal. Di era digital, memastikan autentisitas informasi seharusnya menjadi prioritas, sekaligus memanfaatkan amplifikasi dengan bijak untuk mengedukasi publik dan menjaga integritas Sumbu Filosofi.

Dari perspektif saya sebagai penulis, analisis ini bukan hanya sekedar memberikan pandangan tentang strategi pemasaran dan branding, melainkan juga sebagai refleksi kritis atas penetapan Sumbu Filosofi sebagai Warisan Dunia. Mengedepankan autentisitas dan inklusivitas dalam strategi pemasaran dapat mewujudkan potensi sejati dari sebuah warisan budaya, memastikan bahwa setiap narasi yang disampaikan tidak hanya mendukung branding, tetapi juga mendukung keberlanjutan warisan budaya dan keadilan bagi masyarakat sekitarnya. Refleksi ini diharapkan dapat menjadi inspirasi dan panduan bagi pemangku kepentingan dalam menjalankan strategi pemasaran dan branding dengan efektif dan bertanggung jawab.